PURWOKERTO--MI: Nasib petani seperti peribahasa 'sudah jatuh, tertimpa tangga'. Setelah anjloknya harga gabah hingga di bawah harga pembelian pemerintah (HPP), kini mereka dihadapkan pada lonjakan harga pupuk urea hingga 33% dari biasanya.
Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Banyumas Muntohar mengungkapkan, dengan naiknya harga pupuk, petani akan semakin sengsara.
"Sebelum kenaikan harga pupuk, petani sudah menjerit akibat rendahnya harga gabah. Sekarang harga gabah kering panen (HPP) hanya berkisar antara Rp2.100 hingga Rp2.200 perkilogram (kg) atau di bawah HPP yang ditetapkan Rp2.640 per kg.
Mereka sama sekali tidak menikmati harga sesuai dengan HPP," jelas Muntohar, Jumat (9/4).
Kondisi memprihatinkan itu masih diperparah dengan kenaikan harga pupuk.
Kondisi tersebut membuat seluruh anggota KTNA Banyumas mengeluh, karena waktu penaikan harga pupuk dinilai tidak tepat, lantaran berbarengan dengan anjloknya harga gabah di pasaran.
"Dengan melonjaknya harga pupuk, ongkos produksi menjadi semakin tinggi," katanya.
Ia menjelaskan, setiap hektare (ha) sawah umumnya membutuhkan ongkos produksi sampai Rp1,5 juta. Dengan naiknya harga pupuk, petani harus menambah biaya lagi.
"Untuk satu ha sawah biasanya disediakan 250 kg pupuk urea atau tiga sak.
Jika kenaikan harga pupuk Rp1.200 per kg menjadi Rp1.600 per kg, petani harus menambah ongkos produksi Rp100 ribu lagi per hektare,"ujarnya.
Muntohar mengatakan tidak menutup kemungkinan petani akan menghemat pupuk urea untuk pemupukan sawahnya.
"Kalau ini terjadi, maka akan mempengaruhi produksi padi," kata Muntohar.
Sumber : www.mediaindonesia.com
Harga Pupuk Naik, Kehidupan Petani Kian Terpuruk
James Priyono, Friday, April 9, 2010
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Comments :
Post a Comment